by Yuga Firdauzi
Desember kembali lagi.Langitku takkan seperti itu.Walau gerimis kini tak lagi seperti dulu. Melewati segala jalan berliku. Satu kata hanya kutitipkan senyum untukmu. Walau aku harus menyebrang melewati jalan-jalan pantura. Dan Chloris barbata ku tetap seperti dulu Melambai di pinggir jalan. Ketika angin tak lagi mau mengusiknya.
Meminjam masa lalu, Kulewati semua persimpangan, Meraihmu hingga ku peluk kau dalam dadaku. Dan kutorehkan sembilu dalam hatimu Sesakit ujung alang-alang mengguris semua kenangan kita. Mengalir jelas dalam setiap ingtanku. Aku tetap membawa kesakitan hingga terlupakan kisah kita. Menggemggammu adalah sebuah kepedihan yang sangat panjang.
Kau fahami janji kita telah terkoyak Hingga hilang sayap-sayapnya. Menyeruak melewati siang malam. Menyapu semua langit hingga memerah darah. Tergagap kau tonggakan semua sembilu itu. Akupun tersenyum dalam amukan badai prahara. Dan kufahami langit kita telah runtuh di awal desember. Hingga gerimisnya tak lagi bermuara di jelaga-jelaga mata kita.
Aku telah melewati masa itu Hingga bilangan genap dua belas purnama. Betapa aku telah melupakan semua bintang yang kita raih Namun aku simpan dalam sebuah batu legam di pinggir hati.aku masih menyimpan memori itu Ketika senyum terakhir memudar dikegelapan senja beringsut malam.
Kau fahami janji kita telah terkoyak Hingga hilang sayap-sayapnya. Menyeruak melewati siang malam. Menyapu semua langit hingga memerah darah. Tergagap kau tonggakan semua sembilu itu. Akupun tersenyum dalam amukan badai prahara. Dan kufahami langit kita telah runtuh di awal desember. Hingga gerimisnya tak lagi bermuara di jelaga-jelaga mata kita.
Aku telah melewati masa itu Hingga bilangan genap dua belas purnama. Betapa aku telah melupakan semua bintang yang kita raih Namun aku simpan dalam sebuah batu legam di pinggir hati.aku masih menyimpan memori itu Ketika senyum terakhir memudar dikegelapan senja beringsut malam.
Related Posts :
0 komentar:
Posting Komentar